Disepakati
bahwa pemilu merupakan sarana demokrasi untuk membentuk kepemimpinan negara.
Dua cabang kekuasaan negara yang penting, yaitu lembaga perwakilan rakyat (
badan legislatif) dan pemerintah (badan eksekutif), umumnya dibentuk melalui
pemilu. Walau pemilu merupakan sarana demokrasi, tetapi belum tentu mekanisme
penyelenggaraannya pun demokratis.
Sebuah pemilu yang demokratis memiliki beberapa persyaratan.
Pertama, pemilu harus bersifat kompetitif, artinya peserta pemilu baik partai politik maupun calon perseorangan harus bebas dan otonom. Baik partai politik yang sedang berkuasa, maupun partai-partai oposisi memperoleh hak –
hak politik yang sama dan dijamin oleh undang – undang (UU), seperti kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat.
Syarat kompetitif juga menyangkut perlakuan yang sama dalam menggunakan sarana dan prasarana publik, dalam melakukan kampanye, yang diatur dalam UU. Misalnya stasiun televisi milik negara harus memberikan kesempatan yang besar pada partai politik yang berkuasa, sementara kesempatan yang sama tidak diberikan pada partai-partai peserta pemilu lainnya
Kedua, pemilu harus diselenggarakan secara berkala. Artinya pemilihan harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas. Misalnya setiap empat, lima, atau tujuh tahun sekali. Pemilihan berkala merupakan mekanisme sirkulasi elit, dimana pejabat yang terpilih bertanggung jawab pada pemilihnya dan memperbaharui mandat yang diterimanya pada pemilu sebelumnya. Pemilih dapat kembali memilih pejabat yang bersangkutan jika merasa puas dengan kerja selama masa jabatannya. Tetapi dapat pula menggantinya dengan kandidat lain yang dianggap lebih mampu, lebih bertanggung jawab, lebih mewakili kepemimpinan, suara atau aspirasi dari pemilih bersangkutan. Selain itu dengan pemilihan berkala maka kandidat perseorangan atau kelompok yang kalah dapat memperbaiki dan mempersiapkan diri lagi untuk bersaing dalam pemilu berikut.
Ketiga, pemilu haruslah inklusif. Artinya semua kelompok masyarakat baik kelompok ras, suku, jenis kelamin, penyandang cacat, lokalisasi, aliran ideologis, pengungsi dan sebagainya harus memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu kelompok pun yang didiskriminasi oleh proses maupun
hasil pemilu. Hal ini diharapkan akan tercermin dalam hasil pemilu yang menggambarkan keanekaragaman dan perbedaan – perbedaan di masyarakat.
Keempat, pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana yang bebas, tidak dibawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas. Keterbatasan memperoleh informasi membuat pemilih tidak memiliki dasar pertimbangan yang cukup dalam menetukan pilihannya. Suara pemilih adalah kontrak yang (minimal) berusia sekali dalam periode pemilu (bisa empat, lima, atau tujuh tahun). Sekali memilih, pemilih akan ”teken kontrak” dengan partai atau orang yang dipilihnya dalam satuperiode tersebut. Maka agar suara pemilih dapat diberikan secara baik, keleluasaan memperoleh informasi harus benar-benar dijamin.
Kelima, penyelenggara pemilu yang tidak memihak dan independen. Penyelenggaraan pemilu sebagian besar adalah kerja teknis. Seperti penentuan peserta pemilu, Pembuatan kertas suara, kotak suara, pengiriman hasilpemungutan suara pada panitia nasional, penghitungan suara, pembagian cursi dan sebagainya. Kerja teknis tersebut dikoordinasi oleh sebuah panitia penyelenggara pemilu. Maka keberadaan panitia penyelenggara pemilu yang tidak memihak, independen, dan profesional Sangay menentukan jalannya proses pemilu yang demokratis. Jika penyelenggara merupakan bagian dari partai politik yang berkuasa, atau berasal dari partai politik peserta pemilu, maka azas ketidakberpihakan tidak terpenuhi. Otomatis nilai pemilu yang demokratis juga tidak terpenuhi.
Sebuah pemilu yang demokratis memiliki beberapa persyaratan.
Pertama, pemilu harus bersifat kompetitif, artinya peserta pemilu baik partai politik maupun calon perseorangan harus bebas dan otonom. Baik partai politik yang sedang berkuasa, maupun partai-partai oposisi memperoleh hak –
hak politik yang sama dan dijamin oleh undang – undang (UU), seperti kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat.
Syarat kompetitif juga menyangkut perlakuan yang sama dalam menggunakan sarana dan prasarana publik, dalam melakukan kampanye, yang diatur dalam UU. Misalnya stasiun televisi milik negara harus memberikan kesempatan yang besar pada partai politik yang berkuasa, sementara kesempatan yang sama tidak diberikan pada partai-partai peserta pemilu lainnya
Kedua, pemilu harus diselenggarakan secara berkala. Artinya pemilihan harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas. Misalnya setiap empat, lima, atau tujuh tahun sekali. Pemilihan berkala merupakan mekanisme sirkulasi elit, dimana pejabat yang terpilih bertanggung jawab pada pemilihnya dan memperbaharui mandat yang diterimanya pada pemilu sebelumnya. Pemilih dapat kembali memilih pejabat yang bersangkutan jika merasa puas dengan kerja selama masa jabatannya. Tetapi dapat pula menggantinya dengan kandidat lain yang dianggap lebih mampu, lebih bertanggung jawab, lebih mewakili kepemimpinan, suara atau aspirasi dari pemilih bersangkutan. Selain itu dengan pemilihan berkala maka kandidat perseorangan atau kelompok yang kalah dapat memperbaiki dan mempersiapkan diri lagi untuk bersaing dalam pemilu berikut.
Ketiga, pemilu haruslah inklusif. Artinya semua kelompok masyarakat baik kelompok ras, suku, jenis kelamin, penyandang cacat, lokalisasi, aliran ideologis, pengungsi dan sebagainya harus memiliki peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu kelompok pun yang didiskriminasi oleh proses maupun
hasil pemilu. Hal ini diharapkan akan tercermin dalam hasil pemilu yang menggambarkan keanekaragaman dan perbedaan – perbedaan di masyarakat.
Keempat, pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana yang bebas, tidak dibawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas. Keterbatasan memperoleh informasi membuat pemilih tidak memiliki dasar pertimbangan yang cukup dalam menetukan pilihannya. Suara pemilih adalah kontrak yang (minimal) berusia sekali dalam periode pemilu (bisa empat, lima, atau tujuh tahun). Sekali memilih, pemilih akan ”teken kontrak” dengan partai atau orang yang dipilihnya dalam satuperiode tersebut. Maka agar suara pemilih dapat diberikan secara baik, keleluasaan memperoleh informasi harus benar-benar dijamin.
Kelima, penyelenggara pemilu yang tidak memihak dan independen. Penyelenggaraan pemilu sebagian besar adalah kerja teknis. Seperti penentuan peserta pemilu, Pembuatan kertas suara, kotak suara, pengiriman hasilpemungutan suara pada panitia nasional, penghitungan suara, pembagian cursi dan sebagainya. Kerja teknis tersebut dikoordinasi oleh sebuah panitia penyelenggara pemilu. Maka keberadaan panitia penyelenggara pemilu yang tidak memihak, independen, dan profesional Sangay menentukan jalannya proses pemilu yang demokratis. Jika penyelenggara merupakan bagian dari partai politik yang berkuasa, atau berasal dari partai politik peserta pemilu, maka azas ketidakberpihakan tidak terpenuhi. Otomatis nilai pemilu yang demokratis juga tidak terpenuhi.
Pemilu
adalah sarana untuk mewujudkan pelaksanaan UUD pasal 1 ayat 2 yaitu
kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang.
Tujuan pemilu adalah
untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
DPRD. Jumlah anggota DPR ditetapkan 550 kursi, DPRD TK I
sekurang-kurangnya 35 orang dan paling banyak 100 kursi, DPRD TK. II/ Kota
sekurang-kurangnya 20 kursi dan paling banyak 45 kursi.
Pemilu hanya
dapat disebut demokratis apabila memenuhi karakteristik tertentu.Menurut Austin
Ranney(1982) ada 8 kriteria pokok bagi pemilu demokratis yaitu :
A.
HAK PILIH UMUM
Pemilu hanya bisa
disebut demokratis apabila semua warga Negara dewasa menikmati hak pilih pasif
ataupun aktif
1)
Hak Pilih Aktif
Adalah hak warga Negara yang sudah memenuhi syarat untuk memilih wakilnya di
DPR,DPD,DPRD,Presiden-Wapres,dan Kepala Daerah-Wakada,yaitu
-Berusia 17 tahun atau
sudah/pernah kawin(saat pendaftaran pemilih)
-Nyata-nyata sedang
tidak terganggu jiwanya/ingatannya
-Tidak di cabut hak
pilihnya,berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki
kekuatan hukum tetap
-Tidak sedang menjalani
hukum pidana penjara
-Terdaftar dalam daftar
pemilihan tetap (DPT)
2) Hak
Pilih Pasif
Adalah hak warga Negara yang sudah memenuhi syarat untuk dipilih menjadi anggota DPR,dan DPRD.
Sehubungan dengan hak pilih dan
memilih, maka hendaknya masyarakat dapat:
a. Menggunakan hak memilih dan dipilih sebaik-baiknya.
b. Menghormati badan permusyawaratan/perwakilan.
c. Menerima dan melaksanakan hasil keputusan yang telah
dilakukan secara demokratis, dengan
itikad baik dan tanggung jawab.
Pembatasan atau pencabutan hak pilih semestinya hanya bisa
dilakukan atas dasar yang obyektif dan masuk akal, lazimnya berupa
ketidakcakapan (misalnya: batasan umur, kondisi kejiwaan) dan ketidakmungkinan
(misalnya: narapidana). Pembatasan itu sendiri harus melalui suatu prosedur
yang jujur dan adil, yaitu melalui mekanisme kontrol dan penyeimbang. Hanya
dengan begitu, maka tindakan sewenang-wenang dari pihak yang berkuasa dapat
diantisipasi.
Dan pembatasan ditentukan secara demokratis yaitu
lewat Undang-Undang.Pada dasarnya semua Warga Negara yang memenuhi persyaratan
sesuai dengan UU ini berhak mengikuti pemilu dan dalam arti umum mengandung
makna menjamin kesempatan yang berlaku tanpa diskriminasi berdasarkan
suku,agama,ras,golongan,jenis kelamin,kedaerahan,pekerjaan,dan status sosial.
B.
KESETARAAN BOBOT SUARA
Adanya keharusan
jaminan bahwa suara tiap-tiap pemilih di beri bobot yang sama dimana tidak
boleh ada sekelompok warga Negara apapun kedudukan,sejarah kehidupan,dan
jasa-jasanya yang memperoleh lebih banyak wakil dari warga lainnya(maksudnya dalam
pemilihan tersebut semua pemilih bobot persentase suara per orang nya itu sama
tanpa memikirkan kedudukan,sejarah kehidupan,dan jasa-jasanya),karenanya kuota
bagi sebuah kursi parlemen harus berlaku umum.Kalau misalnya ditentukan bahwa
setiap kursi parlemen berharga 42.000 suara, maka harus ada jaminan bahwa
tak ada sekelompok warga Negara pun yang jumlahnya kurang dari kuota tersebut
mendapatkan 1 atau bahkan lebih kursi di parlemen.
C.
TERSEDIANYA PILIHAN YANG SIGNIFIKAN
Maksudnya tersedianya
pilihan yang nyata,yang kelihatan perbedaannya dengan pilihan-pilihan yang lain
dimana hakikatnya memang mengansumsikan adanya lebih dari 1 pilihan,lalu
perbedaan dalam pilihan itu bisa sangat sederhana seperti perbedaan antara 2
orang/lebih calon,atau perbedaan yang lebih rumit antara 2 atau lebih garis
politik/program kerja yang berlainan,sampai ke perbedaan antara 2/lebih
ideologi.
D.
KEBEBASAN NOMINASI
Pilihan-pilihan
memang harus datang dari rakyat sendiri sehingga prinsip kebebasan nominasi
juga menyiratkan pentingnya kebebasan berorganisasi.Melalui organisasi itu
kelompok-kelompok rakyat bergumul mengajukan alternative terbaik bagi upaya
mewujudkan kesejahteraan bangsanya dan organisasi itu pula masing-masing
kelompok rakyat membina,menyeleksi,dan menominasikan/mencalonkan calon-calon
yang mereka nilai mampu mewujudkan kesejahteraan itu serta mereka di nilai
mampu menerjemahkan pemerintahan Negara.Intinya di dalam kebebasan
berorganisasi terkandung prinsip kebebasan menominasikan calon wakil rakyat
dimana dengan cara itu pilihan-pilihan yang signifikan dapat di jamin dalam
pemilu
E.
PERSAMAAN HAK KAMPANYE
Program kerja dan
calon-calon unggulan tidak akan bermakna jika tidak di ketahui oleh massa
pemilih,maka kampanye menjadi amat penting kedudukannya dalam pemilu.Maka semua
calon di beri persamaan hak untuk melakukan kampanye tersebut dimana
mensyaratkan adanya kebebasan komunikasi dan keterbukaan informasi.Sehingga
melalui kampanye tersebut massa pemilih di perkenalkan dengan para calon dan
program kerja para kontestan pemilu atau paling tidak massa pemilih di segarkan
kembali ingatannya atau di gugah perhatiannya terhadap masalah-masalah
nasional,regional,ataupun local yang ada serta pemecahan masalah yang di
tawarkan para kontestan sehingga massa pemilih tergugah atau ingin memilih
kontestan yang menarik minat mereka.
F.
KEBEBASAN DALAM MEMBERIKAN SUARA
Jika semua prinsip
diatas di tegakkan masih ada juga jaminan bahwa para pemilih dapat menentukan
pilihannya secara bebas artinya setiap Warga Negara yang memilih bebas
menentukan pilihannnya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun, dan dalam
melaksanakan haknya setiap warga Negara di jamin keamanannya sehingga dapat
memilih sesuai kehendak/pertimbangan hati nuraninya dan kepentingannya
G.
KEJUJURAN DALAM PENGHITUNGAN SUARA
Perhitungan suara
harus di lakukan secara jujur dan terbuka sebab keseluruhan kegiatan si atas
akan sia-sia jika tidak ada kejujuran dalam perhitungan suara, dan kecurangan
dalam perhitungan suara akan menggagalkan upaya menjadikan rakyat ke dalam
badan perwakilan rakyat.oleh karena itu Lembaga Pemantauan Independen Pemilu
dibutuhkan untuk mewujudkan prinsip kejujuran dalam perhitungan suara.Maka
dalam penyelenggaraan pemilu setiap penyelenggara,aparat pemerintah,peserta
pemilu,pengawas pemilu,pemantau pemilu,pemilih,serta semua pihak yang terkait
harus bersikap dan bertindak jujur sesuai peraturan perundang-undangan.
H.
PENYELENGGARAAN SECARA PERIODIK
Pemilu tidak boleh
diajukan atau di undurkan sekehendak hati penguasa.Dimana umumnya pemilu di
Indonesia di laksanakan dalam periode waktu 5 tahun sekali yang di
selenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum(KPU).Jadi pemilu sendiri dimaksudkan
sebagai sarana penyelenggaraan pergantian penguasa secara damai dan terlembaga.
Adapun tahapan
Pilpres :
Pendaftaran pemilih-warga Negara
pada prinsipnya prosedur dan proses pendaftarannya
menggunakan DPT
Pencalonan Presiden dan Wakil presiden
Berdasarkan ketentuan UU No.42/2008 tentang Pilpres-Wapres
Ri,bahwa pasangan Capres-Cawapres di usulkan-didaftarkan Parpol
atau Gabungan Parpol kepada KPU, dan harus memperoleh min 20% dari jumlah
anggota DPR atau 25% dari perolehan suara sah Nasional dalam pemilu DPR
Kampanye pemilu Presiden dan Wakil presiden
Kampanye Pilpres dilakukan selama 30 hari dan masa tenang 3
hari, yang dilakukan oleh Tim Kampanye dan di bentuk oleh pasangan
Capres-Cawapres bersama Parpol atau Gabungan Parpol yang mengusulkannya.Dana
kampanye berasal dari pasangan Capres-Cawapres, Parpol atau Gabungan Parpol,dan
sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yaitu sumbangan perseorangan dan/atau
badan hukum swasta. Dana kampanye harus di simpan dalam rekening khusus
yang terdaftar di KPU, dana kampanye dari perseorangan maksimal Rp. 100 juta
dan badan hukum swasta maksimal Rp. 750 juta.
Pemungutan dan perhitungan suara
Penetapan calon terpilih dan pelantikan
Penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan
pengumuman hasil Pilpres di lakukan KPU,dalam waktu 30 hari sejak hari pemungutan
suara.